Tuesday 11 June 2013

Menggagas Perda Kesopanan Berbusana # Part 1


Bulan Ramadhan sebentar lagi, bulu kuduk rasanya meremang, mata sembab dan ada rasa haru yang menggebu, itulah yang sebagian orang rasakan, perasaan yang hanya tumbuh bagi jiwa-jiwa tertentu, bukan jiwa-jiwa yang hanya selambe tak ada rasa mau Romadhon atau tidak bagi mereka sama saja, maka termasuk orang yang manakah kita?
Katanya bila Ramadhan tiba, syaitan dibelenggu, supaya manusia bebas dengan nikmat mengekspresikan cintanya kepada Allah Swt, tapi rupanya, 11 bulan sebelumnya, samar-samar kita sadari bersama bahwa syaitan dari jenis Jin itu, telah melatih jin dalam wujud manusia untuk mengganggu hari-hari sacral kita di bulan Ramadhan, saya khawatir sekali dengan kerapuhan iman para bujangan seperti saya, para pemuda seperti teman-teman saya, khawatir mata mereka tak sengaja melihat aurat para pesolek, makannya dalam sebuah diskusi dengan kawan-kawan aktivis Remaja Masjid timbullah ide tentang peraturan berbusana yang sopan, kami berandai-andai “ kalaulah kota melayu ini, benar-benar jantan! Mestilah gagasan ini diperjuangkan,” kemanakah agaknya marwah melayu yang menjunjung tinggi tunjuk dan ajarnya, titah dan petuah luhurnya.. tentang bertindak dan bertutur bahasa,?”


Hanya tulisan lepas tentang membaca derita lingkungan, derita pemuda saat ini, yang hampir setiap kali ia keluar rumah tak lepas dari tak sengaja memandang aurat sebagian wanita yang tak bertanggung jawab, (mohon maaf) bahkan paha wanita-wanita itu terdedah nyata dengan gratis, kalaulah kita bandingkan dengan paha ayam, bahkan lebih mahal  satu potong paha ayam goreng, dibanding paha mereka.
Tak peduli beragama apapun ia, pasti mengajarkan bagaimana cara berbusana yang sopan, tak kira bersuku apapun ia, maka sebagian besar suku-suku itu punya tunjuk dan ajar tentang adab berbusana.
Ide tentang kesopanan berbusana ini juga bentuk dari kerisauan kami sebagai kaum muda akan nasib moral penerus bangsa, jelas sekali, cara berpakaian memiliki pengaruh besar dalam membentuk pribadi seseorang, cara berbusana itu sebenarnya dilatarbelakangi oleh apa yang kita lihat, apa yang kita baca, sehingga sangat kecil kemungkinan seorang wanita yang paham betul bagaimana menjaga propertinya, dengan leluasa mendedahkan perhiasan tubuhnya untuk khalayak umum, begitu juga sebaliknya, sangat besar kemungkinan orang yang tidak yakin dengan kebenaran berbusana yang ia dapat dari agamanya, untuk menggunakan pakaian yang kurang bahan…
“Memang bukan perkara mudah kawan” kira-kira begitulah tatkala ide ini terdengar oleh sebagian orang tua kami, tapi setidaknya berilah kami motivasi untuk membenahi moral negeri dimulai dari kota Gurindam ini, agar leluhur kita tenang, bahwa apa yang dia tuliskan dalam 12 pasal gurindam itu terejewantahkan,  bukan sekedar hiasan di etalase zaman.
Mengagas perda kesopanan berbusana, perlu kita rumuskan bersama, butuh kita perjuangkan, ide ini ide kita bersama, lahir dari niat tulus dan doa yang setiap saat menadah menanti uluran rahmat Allah untuk negeri ini,  terbit dari harapan-harapan yang berpilin menuju baldatun toyyibatun warabun ghofur.
Mengagas perda kesopanan berbusana, menyebutkannya maka terbayangkanlah betapa kusut birokrasi yang akan kita uraikan, ada dana yang tak murah, ada kepentingan bak debu yang singgah, dan ada beribu celoteh tapi yang seakan tak bertepi,
saudaraku…
mari jujur dengan hati nurani kita, bantu aminkan niat dan harapan ini, semakin banyak tangan yang menadah untuk bait-bait doa ini, maka semakin besar pula harapan akan terwujudnya niat kita, amin. Salam Spirit Ramadhan!




0 comments:

Post a Comment